MAKNA ALE RASA BETA RASA DAN SAGU SALEMPENG PATAH DUA
1.
Makna Ale Rasa Beta Rasa
Ale rasa beta rasa (saya rasa kamu
juga rasa) merupakan sebuah ungkapan jiwa orang-orang Maluku yang menegaskan
simpati bahkan empati serta cinta yang dalam satu sama lain. Ale rasa beta rasa
memiliki kandungan makna filosofis yang kaya makna, menyatukan orang-orang
Maluku meskipun berbeda kampung, agama, jenis kelamin, status sosial dan lain
sebagainya. Ungkapan ini bermula dari konsep Gandong sebagaimana tersurat dalam
syair lagu Gandong, karangan seorang raja di Maluku Tengah. Sebagian syair lagu
Gandong itu bertutur demikian: Gandong la mari gandong, mari jua ale yo. Beta
mau bilang ale katong dua satu gandong. Hidup ade deng kaka sungguh manis
lawang e. ale rasa beta rasa, katong dua satu gandong. Gandong atau kandungan
mengingatkan kita tentang sosok ibu yang melahirkan anak-anak. Kandungan ibu
adalah rumah yang maha nyaman dan aman yang menghadirkan sosok manusia dalam
rupa dan ragamnya. Olehnya, setiap orang ketika menyadari bahwa ia terlahir
dari kandungan yang sama maka memiliki rasa senasib dan sepenanggungan.
Sesungguhnya spirit ale rasa beta
rasa bersifat universal. Spirit ini bukan hanya merupakan panduan etik bagi
orang-orang Maluku tetapi sebagai umat manusia kita juga hampir tak dapat
mengelak bahwa kita semua terlahir dari satu kandungan saja. Jika ditelusuri asal
usul manusia, maka sesungguhnya kita percaya bahwa dari kandungan yang sama
kita dilahirkan dan beranak cucu dari generasi ke generasi. Oleh sebab itu,
jika semua adalah satu mengapa kita saling membenci, saling melukai bahkan
saling merusak satu sama lain? Ketika kita sadar bahwa kita satu, maka
semestinya kita makin kompak dan solid membangun masa depan bersama yang damai
dan sejahtera. Fakta hari ini membuktikan bahwa semangat ale rasa beta rasa
kian tergerus oleh sifat mencari kepentingan diri sendiri (individualisme),
memaksakan kehendak sendiri (egoisme), memperjuangkan kepentingan sekolompok
orang (parokhialisme) bahkan menebalkan ekslusivisme agama sendiri (fanatisme
sempit). Umat manusia sedang terperangkap dalam bingkai-bingkai primordial
sempit yang menjauhkan mereka dari sebuah kebersamaan sejati sebagai satu
keluarga. Orang berlomba-lomba untuk sukses sendiri, walau harus mengorbankan
orang lain. Orang tidak merasakan derita orang lain sebagai bagian dari
deritanya. Konsep potong di kuku rasa di daging seakan hanya slogan semata.
Oleh sebab itu, diperlukan revitalisasi semangat ale rasa beta rasa bagi
komunitas orang Maluku, bahkan perlu transformasi spirit tersebut agar menjadi
bagian dari spirit bersama sebagai bangsa bahkan warga dunia. Ketika semua
elemen bangsa menyadari bahwa kita semua satu (Bhineka Tunggal Ika) maka rasa
saling memiliki, saling menghargai dan menghormati dan saling menolong satu
sama lain akan mendorong kita untuk maju bersama-sama.
Spirit ale rasa beta rasa bukan
sekedar meromantisir identitas orang Maluku di tanah rantau. Menegaskan spirit
ale rasa beta rasa merupakan sebuah ikhtiar untuk membangun persaudaraan
sejati, solidaritas dan kebersamaan yang kukuh demi masa depan bersama yang
lebih baik. Menegaskan spirit ale rasa beta rasa, sekaligus menegaskan bahwa
rasa yang terlahir dari jiwa lebih kuat daripada sekedar rasio yang seringkali
mengkotak-kotakan manusia. Satu rasa membangun Maluku dan Maluku Utara membawa
kita pulang pada cerita bijak orang tua-tua, pada mulanya Maluku. Leluhur
mereka adalah satu. Olehnya indahlah rasanya jika kita semua berpadu berucap Katong
Samua Basudara. Semoga.
2.
Makna sagu Salempeng Patah Dua
Kata Maluku menunjuk pada suatu etnisitas yang didalamnya terdapat wilayah, manusia dengan nilai dan segala sesuatu yang terdapat didalamnya. Sejak dulu kala eksistensi kehidupan masyarakat Maluku diperhadapkan dengan tantangan keragaman yang dimiliki. Bahkan masyarakat Maluku sudah merasakan manis dan pahitnya perjuangan mempertahankan kelangsungan hidup dengan tatanan adat dan kekerabatan yang milikinya sejak dulu yang selalu tertanam dan terpatri dalam diri dan jiwa Anak Negeri Maluku.
Kata Maluku menunjuk pada suatu etnisitas yang didalamnya terdapat wilayah, manusia dengan nilai dan segala sesuatu yang terdapat didalamnya. Sejak dulu kala eksistensi kehidupan masyarakat Maluku diperhadapkan dengan tantangan keragaman yang dimiliki. Bahkan masyarakat Maluku sudah merasakan manis dan pahitnya perjuangan mempertahankan kelangsungan hidup dengan tatanan adat dan kekerabatan yang milikinya sejak dulu yang selalu tertanam dan terpatri dalam diri dan jiwa Anak Negeri Maluku.
Konsep tentang Anak Negeri adalah
makhluk spesies yang memiliki keterkaitan hidup dengan adat, tradisi,
kebudayaan, kekerabatan dan keberagamaannya atau cara hidup beragama yang
adatis. Hal ini ditunjukan dengan Budaya Hidup Orang
Basudara yang mungkin saja telah termanisfestasi dalam kehidupan
masyarakat Maluku lewat falsafah-falsafah hidup yang telah diwarisi dari
orang tatua (leluhur).
Ternyata orang tatua dengan pemikirannya
yang alamiah telah memahami kehidupan sosial kita di Maluku yang majemuk,
dengan menerapkan konsep hidup kebersamaan yang ditunjukan lewat Pela-Gandong,
Salam-Sarane, Duan Lolat, Kai Wai, menjadikan kehidupan anak negeri Maluku
dalam Persaudaraan yang tinggi.
Dalam budaya hidup orang basudara
terkandung nilai-nilai persaudaraan yang terbangun dalam cara hidup yaitu ”
Sagu Salempeng Patah dua “. Kalimat ini tidaklah lazim bagi
orang Maluku, karena memiliki makna secara filosofis yang berakar dari budaya
orang basudara di Maluku, yang merupakan warisan para leluhur kita sendiri.
Sagu Salempeng Patah Dua, adalah
sebuah gambaran yang tidak begitu saja dipakai tanpa ada tujuan atau makna
tertentu. Oleh karena itu berdasarkan penjelasan diatas maka dalam pembahasan
ini akan dibahastentang “ Makna Sagu Salempeng Patah Dua “.
SAGU SALEMPENG PATAH DUA
-
Memaknai
Sagu Bagi Orang Maluku
Pohon
sagu identik dengan Maluku, seperti halnya Pohon Lontar bagi orang sawu dan
Rote. Pohon Sagu Melambangkan sumber hidup rakyat di Daerah Maluku sejak
purbakala. Pohon sagu tekstur luarnya sangat berduri, tetapi didalamnya
dapat menghasilkan makanan yag lembut. Dikatakan sumber hidup karena
keseluruhan pohon sagu dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup orang Maluku.
Daun Sagu dijadikan sebagai atap rumah, dahan pohon sagu
dijadikan sebagai dinding
rumah
(gaba-gaba). Batang pohom sagu diolah untuk sagu adalah makanan
tradisional Maluku. Daun sagu digunakan untuk atap rumah, daun sagu digunakan
sebagai wadah, batang daun sagu diolah menjadi makanan pokok orang Maluku baik
dalam bentuk papeda dan juga sagu yang dibakar dan dikeringkan.
Dengan
demikian dapat dikatakan Pohon Sagu adalah sumber kehidupan bagi
rakyat di Maluku.
Makna Sagu Salempeng Patah Dua
Sagu salempeng Patah Dua sebuah Idiom yang berakar
dari Falsafah “hidup orang basudara” di Maluku
yang mencerminkan sikap batin orang Maluku. Semangat orang basudara adalah
energi budaya yang menggerakan orang Maluku untuk mampu membina hidup bersama
yang harmonis dalam perbedaan-perbedaan yang eksistensial. Hal inilah yang
membuat Maluku termaknai sebagai sebuah keluarga besar yang majemuk dan
kemajemukan itulah membuatnya besar.
Kita dapat mengingat kembali salah satu lirik lagu yang
menceritakan kehidupan persaudaraan dan kekeluargaan di Maluku yakni “
Mayang pinang Mayang Kalapa Timbang Cengkeh di Saparua, Orang bilang Ade deng
Kaka Sagu Salempeng Makan Bage Dua ”.
Sagu salempeng Patah Dua dapar diartikan sebagai berikut :
-. Sagu (
makanan tradisional orang Maluku sejak dulu ). dapat dimaknai sebagai symbol
eksistensi kita sebagai orang Maluku. Kita berbeda dalam banyak hal dan
merangkai perbedaan-perbedaan itu menjadi kehidupan yang harmonis sangatlah
sulit. Sagu identitas orang Maluku yang telah diwariskan oleh orang tatua sejak
dulu sampai saat ini dengan maksud agar tidak dilupakan dalam artian bahwa kita
di maluku memiliki perbedaan tetapi Sagu dapat menjadi salah satu pemersatu
perbedaan itu.
- Salempeng
, bagi orang Maluku diartikan sebagai satu buah atau hanya satu.
- Patah dua
, artinya adalah di bagi menjadi dua bagian.
Menurut
Prof. Waloly (2005:115) sagu salempeng patah dua dimaknai sebagai kehidupan yang
saling peduli dan berbagi, dengan hubungan-hubungan batiniah yang terbangun
dalam cara hidup orang Maluku.
“sagu
salempeng dipata dua”. Idiom budaya Maluku menunjukkan pada dua realitas:
konflik dan akomodasi; baku malawang dan baku polo.
Sagu adalah lambang hidup orang Maluku. Dan ketika ia dibagi dua, itu
sebenarnya menunjuk pada adanya krisis hidup. Tetapi krisis hidup itu kemudian
secara sadar membawa pada sebuah tindakan sharing (berbagi)
agar basudara lain juga menikmati hidupnya bersama-sama.
Dapat
dikatakan bahwa Sagu salempeng patah dua dimaknai sebagai kehidupan yang saling
peduli dan berbagi dalam hal ini semua hal dalam kehidupan orang Maluku
dilakukan atas dasar saling peduli dan berbagi. Secara sederhana dapat pula
dikatakan kesusahan satu orang merupakan kesusahan semua orang oleh kerena itu
harus ditanggung secara bersama atas dasar kehidupan orang basudara di Maluku.
Komentar
Posting Komentar