PERJALANAN MENCAPAI MIMPIKU (ANAK PETANI)

Pagi yang dingin nan lengang di desa yang jauh dari keramaian, tampak seorang wanita paruh baya sedang menyiapkan bekal dan barang bawaan anaknya. Wajahnya yang makin menua tampak tenang menyambut pagi ini. Di beranda tampak sosok pria yang juga paruh baya menikmati secangkir kopi sambal mempersiapkan barang bawaan. Mereka menikmati pagi hari dengan melakukan kegiatan seperti orang-orang desa pada umumnya. Diusia mereka yang semakin senja masih terlihat semangat bekerja. Tak pernah mengeluh walaupun kini tubuh semakin mengecil dimakan usia. Sungguh pagi yang tenang dan damai ketika suasana desa yang jauh dari hiruk pikuk keramaian ibu kota. Mereka adalah pasangan suami istri yang kini punya sisa-sisa semangat bekerja diusia mereka yang tak lagi muda untuk menghidupi anak-anaknya.
Aku berdiri memperhatikan mereka yang sibuk melakukann pekerjaan masing-masing. Aku baru saja selesai mandi dan siap-siap. Ku perhatikan ayah dan ibuku, sebentar lagi aku harus merantau melanjutkan pendidikanku setelah menamatkan Sekolah Menengah Pertama. Tentu aku harus meninggalkan mereka yang kini tak lagi sekuat dulu dalam waktu yang lama. Sedih tapi ini harus aku lakukan karena mungkin dengan sekolah dan merantau membuat aku lebih berkembang dalam berfikir maupun bersosialiasi terhadap lingkungan sekitar. Ini juga atas persetujuan dari ayah ibu dan kakaku.
Namaku Milton, aku adalah anak kedelapan dari sebelas bersaudara. Aku anak dari keluarga petani. Ibu bekerja sebagai ibu ruumah tangga. Karena kami anak pesisiran terkadang ibu juga melaut cari kerang ikan dan sebagainya. Sedangkan ayah juga sama seperti ibu. Aku tidak malu, karena walaupun hidup sederhana, tapi kedua orang tuaku berusaha untuk memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk merantau demi sekolah dan lanjut hingga keperguruan tinggi, bahkan bisa sekolah ke Papua. Orang tua lain belum tentu mampu melakukan apa yang telah dilakukan oleh orang tuaku. Ayahku pernah bilang “ sampai kapanpun anak-anakku harus sekolah, selagi masih ada tenaga kalia akan terus berjuang untuk pendidikan. Walaupun terkadang cari uang susah, tapi berkat Tuhan itu selalu datang darimanapun jika kita mau berusaha mencarinya” itu yang pernah ayah bilang sama kami anak-anaknya.

Aku bersyukur terlahir dari keluarga sederhana tapi mempunyai semangat dan perjuangan hidup yang kuat. Ayah dan ibuku hanya lulusan Sekolah Dasar (Sekolah Rakyat Jaman Belanda), tetapi meskipun begitu ayah dan ibu tak ingin anak-anak mereka merasakan apa yang telah mereka rasakan selama ini. Pendidikan adalah nomor satu untuk mengembangkan diri menjadi manusia cerdas dan berfirkir secara rasional. Dari ijazah pula gerbang mimpi itu dibuka. Tidaklah mungkin menjabat sebagai presiden tanpa ijazah sekolah yang tinggi. Semua pekerjaan dijaman sekarang ini menuntut setiap manusia mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi agar mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan dalam hidup.

Berangkat dari itu semua ayah dan ibuku berjuang demi masa depan anak-anaknya. Masih ku ingat ibu yang tidak memperdulikan sakitnya masih bekerja keras pergi bekerja di kebun pagi pulang sore bahkan sering bermalam di kebun . Masih ku ingat pula ayah yang dulu mengalami cidera pada tangannya tapi masih berangkat ke ladang. Semua yang mereka lakukan adalah bukti betapa mereka sangat memperdulikan kami anak-anaknya.

Orang tua tidak akan pernah rela melihat anaknya menderita
Mereka sanggup memberikan nyawa mereka untuk hidup anak-anaknya
Mereka sanggup memberikan darah mereka untuk anak-anaknya
Mereka berani mati untuk membela anak-anaknya
Pengorbanan orang tua adalah bukti bahwa cinta tulus dan suci itu ada
Tulus memberikan kasih kepada anak-anaknya tanpa pamrih
Itulah cinta orang tua kepada anaknya

Selama ini aku tak pernah jauh dari keluarga, terutama ibu. Ibu adalah orang yang selalu dekat denganku. Aku selalu membantu ibu bekerja. Kadang kami juga mencari kayu bakar bersama. Hari-hari bersama ibu adalah hari yang takkan terlupakan. Aku bahagia masih bisa melihat ibu hingga sekarang, dan aku berdoa dan sangat berharap jika ibu harus bisa melihat anaknya sukses dan melihat cucu-cucunya nanti. Aku mencintai ibu.
Aku tamat di desa Sather Kecamatan Kei Besar Selatan Kabupaten Maluku Tenggara dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kei Besar tepatnya di ibu kota Kecamatan Kei Besar Selatan yaitu Desa Weduar. Jarak antara Desa aku ke ibu Kota Kecamatan cukup jauh dan tiap hari ditempuh dengan berjalan kaki. Tantangan menghampiriku selama 3 tahun di sekolah itu sangat besar dan cukup sulit, hal ini dikarenakan jarak yang ditumpuh sangat jauh dan kejenuhan dan rasa bosan yang timbu ketika saya lagi malas. Disamping itu melewati hutan belantara dan cuaca yang sangat panas, terkadang hujan. Namun hal yang paling konyol dan terkesan sangat tidak bagus adalah ketika aku sering bolos sekolah, tiap hari terlambat ke sekolah  bahkan aku di cap sebagai tukang terlambat pula. Lucu kan? Aku beranggapan bahwa biasa-biasa saja! Sulit bagiku namun aku berusaha untuk melewati semuanya.

Tahun 2008 aku Lulus dari sekolah menengah Pertama, dan itu berarti aku harus melanjutkan ke SMA. Aku berangkat ke Papua dan mendaftar di salah satu SMK di Kota Timika. Satu hal yang tidak bisa ku lupakan adalah jarak yang di tempu dari rumah ke sekolah. Kok kenapa selalu saja jarak yang aku tempu sungguh sangat jauh? Hari demi hari aku lewati tanpa melalui masa-masa itu yaitu terlambat. Tahun 2009 aku memutuskan untuk pindah sekolah ke ibu Kota Provinsi Papua yaitu Jayapura. Tahun 2011 aku tamat di SMK Negeri 2 Jayapura Jurusan Administrasi perkantoran. Itu tandanya aku harus melanjutka study ku kejenjang yang lebih tinggi. Namun tidak, aku tidak ingin kuliah. Kerjaanku hari-hari hanya tinggal di rumah. Beberapa kali aku mengajukan lamaran pekerjaan ke beberapa swalayan di kota jayapura namun tidak di terima. Tahun 2012 aku memutuskan untuk Kuliah. Test demi Test yang aku lalui pada waktu itu akhirnya aku diberi kesempatan untuk kuliah di Universitas Cenderawasih. Satu hal lagi agar aku selalu ingat yaitu Tuhan. Banyak sekali pesan-pesan ibu untukku selama dirantauan. Ibu takut aku kenapa-kenapa di tempat orang. Ibu takut kalau aku tidak bisa jauh dari keluarga.

Perasaan ibu sangat peka terhadap anaknya
Ibu mampu merasakan apa yang tidak dirasakan oleh ayah
Air susu ibu yang telah menyatu dalam darah daging anaknya
Membuat ibu sangat tahu apa yang terjadi terhadap anaknya
Ibu adalah bukti bahwa kasih sayang itu maha dahsyat

Keputusan untuk merantau bukan hal yang sangat mudah bagiku. Dirantauan aku tak mungkin bisa seperti itu lagi. Aku harus hidup sendirian, masak sendirian, mencuci sendirian dan tidak seperti hidup bersama orang tua. Jauh dari semua pokoknya.
Tak ada kata yang aku dengarkan selain nasihat-nasihat ayah dan ibuku setiap harinya sebelum berangkat merantau. Begitu tulusnya cinta kasih orangtua terhadap anaknya. Aku tidak akan pernah mengecewakan semuanya. Orangtuaku yang tidak pernah merasakan hidup di kota besar tapi berjuang agar anaknya hidup dan sejajar dengan generasi-generasi ibu kota. Aku percaya dibalik anak yang hebat adalah bukti betapa luar biasanya didikan dan kasih sayang dari orangtuanya.
Pada suatu ketika melalui proses panjang yang begitu penuh dengan perjuangan dan pada akhirnya tiba waktunya. Tepat tanggal 31 AgustusTahun 2016 merupakan momen yang sangat dinantikan oleh saya setelah perjuangan panjang selama melanjutkan studi dalam kewajiban saya sebagai seorang Mahasiswa. Moment yang pada saat itu kucir dipindahkan dari kiri ke kanan. Moment yang dimana saat itu semua rasa menjadi satu antara air mata dan tawa melebur. Tangis haru kebahagiaan, tawa riang kegembiraan terpencar dari wajah. Moment yang sangat di tunggu-tunggu oleh orang tuaku setalah bertahun-tahun dihiasi dengan pengorbanan dan doa panjang pengharapan agar sang anak menjadi seorang yang berhasil. Moment yang terukir senyum di wajah ibuku ketika beliau turut hadir di upacara wisudaku dengan merasa bahwa perjuangan mereka terbayarkan. Wisudaku merupakan suatu cara Tuhan menjawab doa-doaku dan orang tua dan Keluarga besar. Namun wisuda bukanlah akhir dari perjuangan panjang untuk menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Banyak tantangan hidup yang dihadapi dengan pundak yang kuat. Terasa makin berat dengan tanggungjawab yang dipikul dengan bisikan hati bahwa “ saya harus bermanfaat bagi orang-orang do sekelilingku”.
Wisuda adalah tentang sebuah kata “ BAHAGIA”. Bahagia adalah ketika kita bahagia lalu kita miliki orang-orang sebagai tempat untuk kita berbagi kebahagaiaan.

Singkat Ceritaku.
By. Milton Waer



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENJELASAN TENTANG RETREAT

TATA IBADAH PERSEKUTUAN PEMUDA GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

PROPOSAL BANTUAN STUDI AKHIR