MEMBANGUN KARAKTER MELALUI PENDIDIKAN JASMANI



MEMBANGUN KARAKTER MELALUI PENDIDIKAN OLAHRAGA



Nama kelompok
1.    Milton Waer
Alamat :Abepura
2.    Ngalaikum
Alamat : Abepura,




FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2015




ABSTRAK
Dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama bagi perkembangan dan perwujudan diri individu dalam pembangunan bangsa dan negara. Melalui kegiatan olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga, Pendidikan sangatlah penting untuk bangsa kita dalam menghadapai persaingan era globalisasi. salah satunya membangun karakter bangsa kita melalui olahraga dan meningkatkan sumber daya manusia yang beraklak mulia, sopan serta berwibawa serta menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila.














KATA PENGANTAR
       Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta campurtanganNya penulis dapat menyelesaikan karya tulis tentang membangun karakter melalui pendidikan olahraga ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga penulis berterima kasih kepada Bapak Miftah Fariz Prima Putra,S.Pd,.M.Pd selaku Dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyelesaian karya tulis ini.
Penulis sangat berharap Karya Tulis ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai bagaimana cara membentuk karakter seseorang melalui olahraga. Penulis juga menyadari sungguh bahwa di dalam karya tulis ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga karya tulis ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya apa yang tela dituangkan dalam penulisan ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.


DAFTARN ISI
Halaman Judul.............................................................................       i
Abstrak........................................................................................       ii
Kata pengantar.............................................................................       iii
Daftar isi......................................................................................       iv
BAB I. PENDAHULUAN.........................................................      
A.    Latar belakang masalah............................................      
B.     Perumusan masalah..................................................
C.     Tujuan dan manfaat..................................................
1.      Tujuan penulisan.................................................
2.      Manfaat penulisan..............................................
BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN METODE PENULISAN.      
A.    Kajian teoritis...........................................................
B.     Kerangka berpikir.....................................................
C.     Metodologi penulisan...............................................
BAB III. PEMBAHASAN.........................................................
A.    Deskripsi kasus.........................................................
B.     Analisis kasus...........................................................
BAB IV. PENUTUP...................................................................
A.    Kesimpulan...............................................................
B.     Saran.........................................................................








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pedidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam menghadapi persaingan di era globalisasi dewasa ini. Pendidikan diyakini mampu menjadi instrumen yang efektif untuk meningkatkan (upgrade) mutu serta kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Tanpa peningatkan mutu dan kualitas SDM, penulis menilai sukar rasanya untuk dapat bersaing baik secara regional, nasional, apalagi internasional. Dengan demikian, tidak berlebihan apabila menyebut bahwa kunci menghadapi persaingan di era globalisasi adalah pendidikan.
Dalam berbagai kesempatan diskusi yang ditayangkan oleh stasiun televise nasional, menteri penddikan dan kebudayaan, Anies Baswedan, menyebutkan bahwa pendidikan akan menjadi eskalator untuk meningkatkan tingkat kesejahtaraan masyarakat. Lebih jauh lagi disebutkan bahwa melalui pendidikan bukan hanya kesejahteraan saja yang akan berubah, namun peradaban manusianya juga dapat berubah. 
Apa yang disampaikan oleh Anies Baswedan di atas sebenarnya cukup beralasan. Lihat Eropa ketika mengalami dark age (jaman kegelapan)! Mereka dapat berkembang pesat paska itu adalah ketika terjadi gerakan renaissance, yaitu suatu gerakan untuk kembali menghidupkan seni dan budaya yang pada gilirannya hal tersebut sangat mempengaruhi kehidupan intelektual masyarakat eropa. Gerakan renaissance merupakan manifestasi dari penddikan kala itu. Katika masyarakat sudah meyakini bahwa kebebas berpikir dan mendapat pendidikan menjadi kebutuhan pokok dan urgen, serta tidak perlu dibatasi di dalamnya maka peradaban pun berubah, dari kegelapan menjadi tercerahkan.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan jantungnya untuk merubah masyarakat. Pertayaannya, pendidikan yang seperti apakah yang akan dapat merubah masyarakat? Tentu saja pendidikan yang bermutu atau berkualitas. Kalau memang seperti itu adanya, pertanyaannya, lalu bagaimana kualitas atau mutu penddikan di Indonesai, khususnya di wilayah Papua?
Tidak mudah memang untuk menjawab pertanyaan di atas. Dibutuhkan kajian mendalam dan tersistematis untuk menemukan jawabannya karena variabel yang melingkupinya tidaklah beralur tunggal, namun multi variabel. Tanpa bermaksud menyederhanakan masalah, penulis menilai bahwa banyaknnya kasus seperti mencontek massal ketika ujian, siswa-siswi diberikan jawaban ketika mengerjakan soal Ujian Nasional (UN), seringnya terjadi tawuran antar pelajar, pergaulan bebas yang menjurus pada free sex serta maraknya pelajar yang konsumsi narkoba, merupakan bukti adanya masalah dalam pendidikan saat ini.
Pendidikan saat ini perlu direformasi agar esensi dari tujuan penddikan dapat tercapai. Menitikberatkan pada hafalan suatu pelajar bukanlah solusi untuk meningkatkan kualitas SDM. Pelajar perlu dididik agar nalarnya berjalan sehingga ketika menghadapi masalah dalam konteks kehidupan yang nyata mereka dapat menyelesaikan masalah tersebut secara mandiri. Putra (2015) menyebutkan bahwa tantangan yang akan dihadapi ke depan semakin berat dan menantang. Oleh karena itu, membangun SDM dapat mejadi salah satu alternatif solusi guna menghadapi kerasnya percaturan di era globalisasi.
Bertalian dengan membangun SDM, penulis berargumen bahwa membangun karakter menjadi hal yang esensial. Pertanyaannya, melalui apakah membangun karakter dilakukan? Penulis percaya bahwa pendidikan dapat menjadi instrumen yang efektif untuk membangun karakter. Pertanyaannya kemudian, pendidikan yang bagaimana untuk dapat membangun karakter masyarakat? Atau lebih sempit lagi melalui mata pelajaran apa membangun karater dapat dilakukan? Penulis berargumen bahwa sejatinya melalui berbagai mata pelajaran dapat dilakukan, namun mengingat penulis studi dalam bidang olahraga maka penulis akan berusaha mengaitkannya dengan disiplin ilmu olahraga.
Tulisan berikut ini akan mencoba memaparkan (1) hakikat pendidikan jasmani, (2) hakikat olahraga, (3) nilai-nilai yang terkandung dalam olahraga, (4) hakikat karakter ( 5) rekonstruksi karakter melalui pendidikan jasmni.
Sebelum membahas lebih jauh, perlu di sepakati dulu tentang beberapa istilah yang acapkali digunakan secara bertukar (interchangeable), yakni: Olahraga, Olahraga Pendidikan, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Olahraga, dan bisa jadi ada istilah lain. Tulisan ini tidak akan membahas definisi setiap istilah tersebut karena penulis tidak ingin terjebak dalam diskusi definisi, melainkan memberikan highlight atas beberapa istilah tersebut. Dua istilah yang pertama,subjek dasarnya adalah olahraga sedangkan kata pendidikan memberikan keterangan. Keduanya menginduk pada Ilmu Keolahragaan (sport sciences) dan secara yuridis mengacu pada UU No. 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Sementara itu, dua istilah yang terakhir, subjek dasarnya adalah pendidikan sedangkan kata olahraga sekedar memberi keterangan. Keduanya menginduk pada Ilmu Pendidikan dan secara yuridis mengacu pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam tulisan ini sengaja digunakan istilah pendidikan olahraga untuk memberikan kesan kuat makna pendidikan. Istilah Pendidikan Olahraga dalam tulisan ini didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana yang dilakukan melalui aktivitas fisik terpilih untuk mengembangkan potensi peserta didik secara paripurna, baik menyangkut kepribadian, intelektual, sosial, dan keterampilan. Secara sederhana, pendidikan olahraga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas olahraga. Mengingat pendidikan sebagai core-nya, maka tidak mengherankan apabila nilai-nilai pendidikan yang ada dalam aktivitas olahraga menjadi hal yang sangat penting untuk diketengahkan.
Uraian di atas menunjukkan bahwa aktivitas olahraga mengandung nilai-nilai yang sangat esensial bagi kehidupan dan kemanusiaan. Ketika peserta didik bermain sepakbola, misalnya, selain belajar keterampilan seperti menendang dan menggiring bola, juga belajar bekerja sama, kepercayaan, dan respek kepada orang lain. Sulit rasanya menciptakan gol ke gawang lawan tanpa adanya kerjasama yang optimal di antara pemain. Seorang pemain tidak akan memberikan bola kepada teman sesama tim andai saja tidak percaya kepada yang bersangkutan. Demikian juga melalui sepakbola peserta didik belajar menghormati dan menghargai lawan, misalnya ketika lawan mengalami cedera atau bahkan memenangkan suatu pertandingan. Meskipun nilai-nilai tersebut demikian menonjol dalam olahraga, sayangnya dalam tataran praktis masih jauh dari apa yang diharapkan. Tidak banyak insan olahraga yang mau dan mampu menerapkannya. Kepentingan sesaat seperti kemenangan dan gengsi lebih menonjol dibanding penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam dunia pendidikan masih ada kalangan pendidik yang menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan hanya diukur dari tercapainya target akademis siswa. Karena itu wajar jika sebagian mereka ada yang mengajar hanya dengan orientasi bahwa siswa harus mendapatkan nilai akademis setinggi-tingginya jika ingin dianggap telah berhasil.
Belum terfikirkan bagaimana proses pembelajaran membawa siswa kepada sosok generasi bangsa yang tidak sekedar memiliki pengetahuan, tetapi juga memilki moral yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam benak siswa. Seiring dengan era globalisasi dan kemajuan dunia informasi, bangsa Indonesia tengah dilanda krisis nilai-nilai luhur yang menyebabkan martabat bangsa Indonesia dinilai rendah oleh bangsa lain. Oleh karena itu, karakter bangsa Indonesia saat ini perlu dibangun kembali nilai-nilai karakter bangsa. Tampaknya tidak berlebihan jika bangsa Indonesia saat ini digambarkan sebagai bangsa yang mengalami penurunan kualitas karakter bangsa. Mulai dari masalah gontok-gontokan , kurang kerja sama, lebih suka mementingkan diri sendiri, golongan atau partai, sampai kepada bangsa yang sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Persoalan ini muncul karena lunturnya nilai-nilai karakter bangsa yang diakui kebenarannya secara universal.
Karakter bangsa yang dimaksudkan adalah keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola pikir yang dimiliki oleh sekelompok manusia yang mau bersatu, merasa dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal, keturunan, bahasa, adat dan sejarah bangsa. Sekurang-kurangnya ada 17 nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dibangun oleh bangsa Indonesia.
Adapun nilai-nilai karakter bangsa yang dimaksud adalah iman, taqwa, berakhlak mulia, berilmu/berkeahlian, jujur, disiplin, demokratis, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, orientasi pada keunggulan, gotong royong, sehat, mandiri, kreatif, menghargai, dan cakap. Pembangunan karakter bangsa adalah upaya sadar untuk memperbaiki, meningkatkan seluruh perilaku yang mencakup adat istiadat, nilai-nilai, potensi, kemampuan, bakat dan pikiran bangsa Indonesia. Untuk membangun karakter bangsa, haruslah diawali dari lingkup yang terkecil. Khususnya di sekolah, ada baiknya kita menganalogikan proses pembelajaran di sekolah dengan proses kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut di atas dapat dilaksanakan melalui pembelajaran.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan berbagai model dan metodenya, dapat dijadikan sebagai alat untuk membangun karakter bangsa. Model-model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menekankan keterlibatan aktif siswa dalam belajar. Baik dlm tugas-tugas mandiri maupun kelompok. Di samping itu, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memiliki tujuan dan komponen yang sangat mendukung bagi terlaksananya nilai-nilai karakter bangsa.

B.     Rumusan masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.      Apakah karakter seseorang bisa dapat dibentuk melalui pendidikan olahraga.?
2.      Apakah nilai yang terkandung dalam olahraga bisa dapat mengubah karakter seseorang.?
3.      Bagaimana cara yang dilakukan untuk menerapkan nilai yang terkandung dalam olahraga untuk membentuk karakter seseorang.?
C.    Tujuan dan manfaat
1.      Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : (1).
2.      Manfaat







BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN METODOLOGI PENULISAN

A.    Kajian Teoritis

Terdapat dua teori yang akan digunakan untuk melakukan rekonstruksi karakter melalui pendidikan olahraga, yaitu teori konstruktivistik dan behavioristik. Berikut adalah penjelasannya:
1.      Teori konstruktivistik merupakan pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan menciptakan sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behvioristik yang memahami hakekat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori konstruktivisme  lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang  baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil.
Jean Piaget adala psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organism harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif (mental)
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti :
a.       Siswa aktif membina pengetahuan berasakan pengalaman yang sudah ada.
b.      Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
c.       Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
d.      Unsur terpenting dalam teori ini adalah sesorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
e.       Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetaahuan ilmiah.
f.       Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat siswa.
Teori ini jika diterapkan dalam pembelajaran olahraga adalah setiap individu melakukan gerakan-gerakan olahraga hal itu perlu dimaknai sehingga gerakan tersebut akan menjadi efektif dan efisien. Guru perlu mengarahkan serta memotivasi siswa, dan siswa dapat mengembangkan kemampuannya dari pengalaman yang sudah mereka dapatkan.
2.      Teori behavioristik
Behavioristik adalah suatu teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dan pengalaman. Dalam kaitannya dengan tingka laku manusia, teori behavioristik memandang individu sebagai makhluk reaktif yang member respons terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Muncullah konsep “manusia mesin” (homo mechanicus).  Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis (bagai mesin), menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respons, menekankan pentingnya latihan, dan mementingkan mekanisme hasil belajar.
Menurut teori belajar behavioristik, tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran (hadiah) atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi para pembelajar dengan stimulusnya. Guru/pelatih berpandangan bahwa tingkah laku siswa/atlet merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.
B.     Kerangka Berpikir



C.    Metodologi
1.      Metode
Tulisan tersebut akan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu berangkat dari hal-hal yang bersifat umum tentang pendidikan olahraga, nilai yang terkandung dalam olahraga (Sport values), dan kemudian akan mengkerucut pada cara yang digunakan untuk membangun karakter melalui pendidikan olahraga.
1.      Sumber data atau infromasi
Tulisan tersebut tidak melakukan studi lapangan. Itu artinya penulis hanya melakukan kajian pustaka melalui buku, jurnal, media cetak dan sumber lain yang relevan.












































BAB III
PEMBAHASAN

A.    Deskripsi Kasus
1.      Konsep Dasar Pendidikan Olahraga.
Sebelum membahas lebih jauh, perlu disepakati dulu tentang beberapa istilah yang acapkali digunakan secara bertukar (interchangeable), yakni: Olahraga, Olahraga Pendidikan, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Olahraga, dan bisa jadi ada istilah lain. Tulisan ini tidak akan membahas definisi setiap istilah tersebut karena penulis tidak ingin terjebak dalam diskusi definisi, melainkan memberikan highlight atas beberapa istilah tersebut. Dua istilah yang pertama, subjek dasarnya adalah olahraga sedangkan kata pendidikan memberikan keterangan. Keduanya menginduk pada Ilmu Keolahragaan (sport sciences) dan secara yuridis mengacu pada UU No. 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Sementara itu, dua istilah yang terakhir, subjek dasarnya adalah pendidikan sedangkan kata olahraga sekedar memberi keterangan. Keduanya menginduk pada Ilmu Pendidikan dan secara yuridis mengacu pada UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam tulisan ini sengaja digunakan istilah pendidikan olahraga untuk memberikan kesan kuat makna pendidikan. Istilah Pendidikan Olahraga dalam tulisan ini didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana yang dilakukan melalui aktivitas fisik terpilih untuk mengembangkan potensi peserta didik secara paripurna, baik menyangkut kepribadian, intelektual, sosial, dan keterampilan. Secara sederhana, pendidikan olahraga dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas olahraga. Mengingat pendidikan sebagai core-nya, maka tidak mengherankan apabila nilai-nilai pendidikan yang ada dalam aktivitas olahraga menjadi hal yang sangat penting untuk diketengahkan.
Perlu juga ditegaskan di sini bahwa pengertian nilai dalam tulisan ini lebih difokuskan pada nilai-nilai moral (Miller, Roberts & Ommundsen, 2005). Kendati banyak aspek nilai lain yang terkandung dalam aktivitas olahraga.
Telah menjadi keyakinan umum bahwa aktivitas olahraga syarat Development and Peace menyatakan bahwa olahraga merupakan instrument yang efektif untuk mendidik kaum muda, terutama dalam hal nilai-nilai.  Sejumlah nilai yang ada dan dapat dipelajari melalui aktivitas olahraga meliputi: Cooperation, Communication, Respect for the rules, Problem-solving, Understanding, Connection with others, Leadership, Respect for others, Value ofeffort, How to win, How to lose, How to manage competition, Fair play, Sharing, Self-esteem, Trust, Honesty, Self-respect, Tolerance, Resilience, Teamwork, Discipline, Confidence (United Nations, 2003). Uraian di atas menunjukkan bahwa aktivitas olahraga mengandung nilainilai yang sangat esensial bagi kehidupan dan kemanusiaan. Ketika peserta didik bermain sepakbola, misalnya, selain belajar keterampilan seperti menendang dan menggiring bola, juga belajar bekerja sama, kepercayaan, dan respek kepada orang lain. Sulit rasanya menciptakan gol ke gawang lawan tanpa adanya kerjasama yang optimal di antara pemain. Seorang pemain tidak akan memberikan bola kepada teman sesama tim andai saja tidak percaya kepada yang bersangkutan.
Demikian juga melalui sepakbola peserta didik belajar menghormati dan menghargai lawan, misalnya ketika lawan mengalami cedera atau bahkan memenangkan suatu pertandingan. Meskipun nilai-nilai tersebut demikian menonjol dalam olahraga, sayangnya dalam tataran praktis masih jauh dari apa yang diharapkan. Tidak banyak insan olahraga yang mau dan mampu menerapkannya. Kepentingan sesaat seperti kemenangan dan gengsi lebih menonjol dibanding penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
2.      Membangun Karakter.
Dalam dunia pendidikan masih ada kalangan pendidik yang menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan hanya diukur dari tercapainya target akademis siswa. Karena itu wajar jika sebagian mereka ada yang mengajar hanya dengan orientasi bahwa siswa harus mendapatkan nilai akademis setinggi-tingginya jika ingin dianggap telah berhasil.
Belum terfikirkan bagaimana proses pembelajaran membawa siswa kepada sosok generasi bangsa yang tidak sekedar memiliki pengetahuan, tetapi juga memilki moral yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam benak siswa. Seiring dengan era globalisasi dan kemajuan dunia informasi, bangsa Indonesia tengah dilanda krisis nilai-nilai luhur yang menyebabkan martabat bangsa Indonesia dinilai rendah oleh bangsa lain. Oleh karena itu, karakter bangsa Indonesia saat ini perlu dibangun kembali nilai-nilai karakter bangsa. Tampaknya tidak berlebihan jika bangsa Indonesia saat ini digambarkan sebagai bangsa yang mengalami penurunan kualitas karakter bangsa. Mulai dari masalah gontok-gontokan , kurang kerja sama, lebih suka mementingkan diri sendiri, golongan atau partai, sampai kepada bangsa yang sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Persoalan ini muncul karena lunturnya nilai-nilai karakter bangsa yang diakui kebenarannya secara universal.
Karakter bangsa yang dimaksudkan adalah keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola pikir yang dimiliki oleh sekelompok manusia yang mau bersatu, merasa dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal, keturunan, bahasa, adat dan sejarah bangsa. Sekurang-kurangnya ada 17 nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dibangun oleh bangsa Indonesia.
Adapun nilai-nilai karakter bangsa yang dimaksud adalah iman, taqwa, berakhlak mulia, berilmu/berkeahlian, jujur, disiplin, demokratis, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, orientasi pada keunggulan, gotong royong, sehat, mandiri, kreatif, menghargai, dan cakap.
Pembangunan karakter bangsa adalah upaya sadar untuk memperbaiki, meningkatkan seluruh perilaku yang mencakup adat-istiadat, nilai-nilai, potensi, kemampuan, bakat dan pikiran bangsa Indonesia. Untuk membangun karakter bangsa, haruslah diawali dari lingkup yang terkecil. Khususnya di sekolah, ada baiknya kita menglogikakan proses pembelajaran di sekolah dengan proses kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut di atas dapat dilaksanakan melalui pembelajaran.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan berbagai model dan metodenya, dapat dijadikan sebagai alat untuk membangun karakter bangsa. Model-model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menekankan keterlibatan aktif siswa dalam belajar. Baik dalam tugas-tugas mandiri maupun kelompok. Di samping itu, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memiliki tujuan dan komponen yang sangat mendukung bagi terlaksananya nilai-nilai karakter bangsa. Nilai-nilai karakter ini bisa ditanamkan dalam pembelajaran dan aktivitas olahraga yang terdapat di sekolah. Nilai -nilai dalam olahraga juga mempengaruhi siswa dalam kehidupan sehari-hari.


3.      Rekonstruksi Pembelajaran
Untuk mengembalikan olahraga kepada hakikat dasarnya, memang bukan persoalan mudah. Dibutuhkan usaha yang luar biasa dari semua pihak, pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang olahraga, mulai dari hulu hingga hilir. Tanpa bermaksud menyederhanakan persoalan, yang memang tidak sederhana, tulisan ini menawarkan satu solusi fundamental, yakni melakukan rekonstruksi pembelajaran olahraga di sekolah. Setidaknya, ada tiga alas an pokok mengapa rekonstruksi pembelajaran olahraga di sekolah diyakini sebagai solusi yang efektif. Pertama, sebagian besar peserta didik mengenal olahraga melalui institusi sekolah. Kedua, usia sekolah merupakan periode efektif untuk menanamkan nilai-nilai. Ketiga, pembelajaran olahraga di sekolah selama ini lebih menekankan pada penguasaan keterampilan dan cenderung mengabaikan proses pembelajaran nilai. Harus diakui bahwa proses pembelajaran olahraga di sekolah selama ini kurang memungkinkan nilai-nilai luhur olahraga terkonstruksi dalam kognitif siswa. Dengan demikian, bisa dipahami apabila nilai-nilai uhur yang terkandung dalam olahraga belum dapat terinternalisasi dalam diri peserta didik, apalagi mentransformasi ke dalam tingkah laku. Bagaimana proses pembelajaran nilai dalam pendidikan olahraga? Seperti telah diketahui bahwa terdapat tiga jenis pembelajaran, yaitu: pembelajaran motorik, pembelajaran afektif, dan pembelajaran kognitif. Pembelajaran motorik terkait dengan pengembangan kompetensi aktual. Pembelajaran afektif terkait dengan pembentukan nilai, sikap, dan perasaan. Sementara itu, pembelajaran kognitif terkait dengan pemerolehan informasi dan konsep-konsep yang terkait dengan substansi materi yang dilatihkan. Ketiga jenis pembelajaran tersebut terkait satu dengan yang lain. Pada tingkat tertentu pembelajaran afektif merupakan dasar dari pembelajaran motorik dan dalam beberapa hal pembelajaran kognitif menjadi dasar terjadinya pembelajaran afektif. Ketiga pembelajaran tersebut akan efektif apabila peserta didik mengalaminya dalam konteks yang riil. Johnson & Johnson (1991) menyatakan bahwa pendekatan belajar melalui pengalaman bertujuan untuk menyiapkan struktur kognitif, memodifikasi sikap, dan meningkatkan keterampilan perilaku dari pembelajar. Pendekatan belajar melalui pengalaman (experiential learning) adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengalaman langsung dan nyata di lapangan. Di sini peserta mencoba menemukan sendiri hasil pembelajaran (learning point) dari aktivitas yang dilakukan melalui tahapan yang disebut refleksi dan tinjauan atas pengalaman (review). Oleh karena itu, dalam pendekatan belajar melalui pengalaman, pengalaman dan tinjauan atas pengalaman tersebut merupakan komponen yang sangat penting.



B.     Analisis Kasus
1.      Identifikasi Nilai.
Identifikasi nilai terkait dengan nilai-nilai moral apa saja yang sekurangkurangnya harus dimiliki oleh individu. Dalam realitas kehidupan, ada sejumlah nilai yang terkonstruksi di dalam masyarakat, yang antara masyarakat yang satu dengan yang lain berbeda. Ada kalanya konstruksi nilai dipengaruhi oleh kultur di mana nilai tersebut dibentuk. Karena itu, untuk menghindari pemahaman yang berbeda atas suatu nilai, perlu diidentifikasi nilainilai yang berlaku universal. Dari beberapa literatur, setidaknya ada enam nilai moral yang perlu dimiliki oleh individu, yaitu: respect, responsibility. Nilai-nilai yang tertuang dalam olahraga dapat dilihat pada table di bawah ini :
Tabel. 1.1. Tertuang dalam Olahraga dan kehidupan antara lain.
Nilai moral
Praktek dalam kehidupan
Praktek dalam olahraga
Respek
ü  Menghormati pada orang lain.
ü  Menghormati peralatan bermain
ü  Menghormati pada lingkungan.
ü  Menghormati pada diri sendiri.
ü  Menghormati aturan permainan dan tradisinya
ü  Menghormarti lawan bermain

ü  Menghormatiparaofisial

ü  Menghormati kemenangan atau kekalahan

Tanggungjawab
ü Memenuhi kewajiban diri

ü Dapat dipercaya

ü Dapat mengontrol diri sendiri
ü Gigih
ü  Persiapkan diri untuk menjadi yang terbaik
ü  Tepat waktu saat bermain dan berlatih.
ü  Disiplin diri

ü  Dapat bekerja sama dengan teman.
Peduli
ü Menghibur orang lain

ü Pemberi maaf
ü Murah hati dan penyayang


ü Menghindari mementingkan diri sendiri
ü Membantu teman untuk bermainbaik

ü  Mendukung kawan setim saat kacau
ü  Murah hati dengan pujian, pelit dengan kritikan
     
ü  Bermain untuk tim
Jujur
ü Jujur dan terus terang
ü Bertindakdengan tulus hati
ü Dapat dipercaya
ü Berani melakukan sesuatu yang benar
ü  Mengikuti aturan bermain
ü  Setia pada tim
ü  Bebas dari obat-obatan
ü  Mengakui kesalahandiri sendiri



Fair
ü  Adil pada semua pemain termasuk yang berbeda.
ü  Memberikan kesempatan kepada pemain lain
ü Mengikuti aturan
ü Toleran pada orang lain
ü Kesediaan berbagi
ü Tidak mengambil keuntungan dari
kesulitan orang lain
Beradab
ü Menjadi contoh/model
ü Mendorong perilaku baik
ü Berusaha meraih keunggulan
ü Mematuhi hukum dan aturan
ü Terdidik
ü Bermanfaat bagi orang lain

Secara sederhana, keenam nilai tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:
Respek adalah suatu sikap yang menaruh perhatian kepada orang lain dan memperlakukannya secara hormat. Sikap respek antara lain dicirikan dengan memperlakukan orang lain sebagaimana individu ingin diperlakukan; berbicara dengan sopan kepada siapa pun; menghormati aturan yang ada dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Tanggung jawab adalah kemampuan untuk memberikan respons, tanggapan, atau reaksi secara cakap. Tanggung jawab dicirikan antara lain dengan melakukan apa yang telah disepakati dengan sungguh-sungguh; mengakui kesalahan yang dilakukan tanpa alasan; memberikan yang terbaik atas apa yang dilakukan.
Peduli adalah kesediaan untuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada sesama. Peduli antara lain ditandai dengan memperlakukan orang lain, diri, dan sesuatu dengan kasih sayang; memperhatikan dan mendengarkan orang lain secara seksama; menangani sesuatu dengan hati-hati.
Jujur adalah suatu sikap terbuka, dapat dipercaya, dan apa adanya. Sikap jujur antara lain ditandai dengan mengatakan apa adanya; menepati janji; mengakui kesalahan; menolak berbohong, menipu, dan mencuri.
Fair adalah bersikap adil dalam melakukan dan memperlakukan sesuatu. Sikap fair antara lain ditandai dengan menegakkan hak sesama termasuk dirinya; mau menerima kesalahan dan menanggung resikonya; menolak berprasangka.
Beradab adalah sikap dasar yang diperlukan dalam bermasyarakat yang berintikan pada kesopanan, keteraturan, dan kebaikan. Beradab antara lain dicirikan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya; mengapresiasi terhadap keteraturan.










BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam pendidikan olahraga atau sering kita sebut dengan pendidikan jasmani, hal utama yang harus diperhatikan pada siswa bukan hanya kemampuan siswa mengusai materi ajar pula dengan meraih nilai tinggi. Akan tetapi bagaimana proses siswa untuk meraih nilai tinggi harus diikuti dengan sikap dan perilaku dengan aqlak yang baik pula. Sikap moral yang terpuji menjadikan cerminan karakter suatu bangsa yang bermoral dam memiliki budaya yang tak ternilai harganya. Pendidikan jasmani mempunyai peranan penting terhadap pembangunan karakter perserta didik melalui pembelajaran pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani mengajarkan berkerjakeras, ulet atau pantang menyerah, kerjasama tim, persahabatan, kejujuran, displin, menghargai waktu, kompetitif, berorientasi hasil, waspada, pengendalian diri, lugas, menghargai orang lain, cinta tanah air.
B.     Saran.
Adapun saran penulis untuk peningkatan kemampuan individu dalam pendidikan olahraga untuk lebih peka terhadap perubahan yang terjadi pada pribadi masing-masing. Kepekaaan terhadap perubahan perilaku karena cepatnya laju informasi yang diterima tanpa filter budaya yang baik maka akan merubah sikap dan perilaku sesorang ke arah yang negative. Kegiatan olahraga dapat dilakukan dimana dan kapan saja dengan media yang terbatas akan meningkatkan kebugaran jasmani, disamping itu juga olahraga memuat nilai-nilai yang akan membentuk karakter manusia yang siap bersaing di era globalisasi.
     



















DAFTAR PUSTAKA.

Maksum,A. (artikel) konstruksi nilai melalui pendidikan olahraga.
Mandosir,y. (artikel) membangun karakter dengan aktifitas outbond dalam pendidikan jasmani.
Rahyubi,H. (2011;13) teori-teori belajar dan aplikasi pembelajaran motorik : Teori behaviorisme.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENJELASAN TENTANG RETREAT

TATA IBADAH PERSEKUTUAN PEMUDA GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

PROPOSAL BANTUAN STUDI AKHIR