Kumpulan Cerita Motivasi

Hay Guys. .
Kali ini saya berbagi berbagai cerita inspirasi, semoga bermanfaat bagi pembaca yang berkunjung ke blog saya. maaf sebelumnya kumpulan ini saya ambil dari berbagai cerita inspirasi yang ada..

Jadilah Pelita
Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.
Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.”
Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”
Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta.
Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!”
Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.
Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta.
Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!”
Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!”
Si buta tertegun..
Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.”
Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.”
Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.
Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita.
Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?”
Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.”
Senyap sejenak.
secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah Anda orang buta?”
Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,” sembari meledak dalam tawa.
Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.
Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.
Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”
Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).
Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf
Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk “membuta” walaupun mereka bisa melihat.
Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.
Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.
Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.
Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.
Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.
Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Fikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.

Bunga Mawar


Suatu ketika, ada seseorang pemuda yang mempunyai sebuah bibit mawar. Ia ingin sekali menanam mawar itu di kebun belakang rumahnya. Pupuk dan sekop kecil telah disiapkan. Bergegas, disiapkannya pula pot kecil tempat mawar itu akan tumbuh berkembang. Dipilihnya pot yang terbaik, dan diletakkan pot itu di sudut yang cukup mendapat sinar matahari. Ia berharap, bibit ini dapat tumbuh dengan sempurna.
Disiraminya bibit mawar itu setiap hari. Dengan tekun, dirawatnya pohon itu. Tak lupa, jika ada rumput yang menganggu, segera disianginya agar terhindar dari kekurangan makanan. Beberapa waktu kemudian, mulailah tumbuh kuncup bunga itu. Kelopaknya tampak mulai merekah, walau warnanya belum terlihat sempurna. Pemuda ini pun senang, kerja kerasnya mulai membuahkan hasil. Diselidikinya bunga itu dengan hati-hati. Ia tampak heran, sebab tumbuh pula duri-duri kecil yang menutupi tangkai-tangkainya. Ia menyesalkan mengapa duri-duri tajam itu muncul bersamaan dengan merekahnya bunga yang indah ini. Tentu, duri-duri itu akan menganggu keindahan mawar-mawar miliknya.
Sang pemuda tampak bergumam dalam hati, “Mengapa dari bunga seindah ini, tumbuh banyak sekali duri yang tajam? Tentu hal ini akan menyulitkanku untuk merawatnya nanti. Setiap kali kurapihkan, selalu saja tanganku terluka. Selalu saja ada ada bagian dari kulitku yang tergores. Ah pekerjaan ini hanya membuatku sakit. Aku tak akan membiarkan tanganku berdarah karena duri-duri penganggu ini.”
Lama kelamaan, pemuda ini tampak enggan untuk memperhatikan mawar miliknya. Ia mulai tak peduli. Mawar itu tak pernah disirami lagi setiap pagi dan petang. Dibiarkannya rumput-rumput yang menganggu pertumbuhan mawar itu. Kelopaknya yang dahulu mulai merekah, kini tampak merona sayu. Daun-daun yang tumbuh di setiap tangkai pun mulai jatuh satu-persatu. Akhirnya, sebelum berkembang dengan sempurna, bunga itu pun meranggas dan layu.
Jiwa manusia, adalah juga seperti kisah tadi. Di dalam setiap jiwa, selalu ada ‘mawar’ yang tertanam. Tuhan yang menitipkannya kepada kita untuk dirawat. Tuhan lah yang meletakkan kemuliaan itu di setiap kalbu kita. Layaknya taman-taman berbunga, sesungguhnya di dalam jiwa kita, juga ada tunas mawar dan duri yang akan merekah.
Namun sayang, banyak dari kita yang hanya melihat “duri” yang tumbuh. Banyak dari kita yang hanya melihat sisi buruk dari kita yang akan berkembang. Kita sering menolak keberadaan kita sendiri. Kita kerap kecewa dengan diri kita dan tak mau menerimanya. Kita berpikir bahwa hanya hal-hal yang melukai yang akan tumbuh dari kita. Kita menolak untuk menyirami” hal-hal baik yang sebenarnya telah ada. Dan akhirnya, kita kembali kecewa, kita tak pernah memahami potensi yang kita miliki.
Banyak orang yang tak menyangka, mereka juga sebenarnya memiliki mawar yang indah di dalam jiwa. Banyak orang yang tak menyadari, adanya mawar itu. Kita, kerap disibukkan dengan duri-duri kelemahan diri dan onak-onak kepesimisan dalam hati ini. Orang lain lah yang kadang harus menunjukannya.
Jika kita bisa menemukan “mawar-mawar” indah yang tumbuh dalam jiwa itu, kita akan dapat mengabaikan duri-duri yang muncul. Kita, akan terpacu untuk membuatnya akan membuatnya merekah, dan terus merekah hingga berpuluh-puluh tunas baru akan muncul. Pada setiap tunas itu, akan berbuah tunas-tunas kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, yang akan memenuhi taman-taman jiwa kita. Kenikmatan yang terindah adalah saat kita berhasil untuk menunjukkan diri kita tentang mawar-mawar itu, dan mengabaikan duri-duri yang muncul.
Semerbak harumnya akan menghiasi hari-hari kita. Aroma keindahan yang ditawarkannya, adalah layaknya ketenangan air telaga yang menenangkan keruwetan hati. Mari, kita temukan “mawar-mawar” ketenangan, kebahagiaan, kedamaian itu dalam jiwa-jiwa kita. Mungkin, ya, mungkin, kita akan juga berjumpa dengan onak dan duri, tapi janganlah itu membuat kita berputus asa. Mungkin, tangan-tangan kita akan tergores dan terluka, tapi janganlah itu membuat kita bersedih nestapa.
Biarkan mawar-mawar indah itu merekah dalam hatimu. Biarkan kelopaknya memancarkan cahaya kemuliaan-Nya. Biarkan tangkai-tangkainya memegang teguh harapan dan impianmu. Biarkan putik-putik yang dikandungnya menjadi bibit dan benih kebahagiaan baru bagimu. Sebarkan tunas-tunas itu kepada setiap orang yang kita temui, dan biarkan mereka juga menemukan keindahan mawar-mawar lain dalam jiwa mereka. Sampaikan salam-salam itu, agar kita dapat menuai bibit-bibit mawar cinta itu kepada setiap orang, dan menumbuh-kembangkannya di dalam taman-taman hati kita.

Garam Dan Telaga

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.
Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak tua itu.
“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.
Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.
Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.
“Segar.”, sahut tamunya.

“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi.
“Tidak”, jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.
“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

Tempayan Retak

Seorang tukang air memiliki dua tempayan besar, masing-masing bergantung pada kedua ujung sebuah pikulan, yang dibawa menyilang pada bahunya. Satu dari tempayan itu retak, yang satunya tidak. Tempayan yang tidak retak selalu dapat membawa air penuh dari mata air ke rumah majikannya, sedang tempayan retak itu hanya dapat membawa air setengah penuh.
Selama dua tahun, hal ini terjadi setiap hari. Si tempayan yang tidak retak merasa bangga akan prestasinya, karena dapat menunaikan tugasnya dengan sempurna. Namun si tempayan retak merasa malu sekali akan ketidaksempurnaannya dan merasa sedih sebab ia hanya dapat memberikan setengah dari yang seharusnya dapat diberikannnya. Tertekan oleh kegagalan ini, tempayan retak itu berkata kepada si tukang air,”Saya sungguh malu pada diri saya sendiri, dan saya ingin mohon maaf kepadamu.””Kenapa?” tanya si tukang air, “Kenapa kamu merasa malu?”
“Saya hanya mampu, selama dua tahun ini, membawa setengah porsi air karena retakan pada sisi saya telah membuat air yang saya bawa bocor sepanjang jalan menuju rumah majikan kita. Karena cacatku itu, saya telah membuatmu rugi.” kata tempayan itu.
Si tukang air merasa kasihan pada si tempayan retak dan berkata, “Jika kita kembali ke rumah majikan besok, aku ingin kamu memperhatikan bunga-bunga indah di sepanjang jalan.”
Benar, ketika mereka naik ke bukit, si tempayan retak memperhatikan dan baru menyadari bahwa ada bunga-bunga indah di sepanjang sisi jalan, dan itu memKata tukang air kepada tempayan retak, “Apakah kamu memperhatikan adanya bunga-bunga di sepanjang jalan di sisimu tapi tidak ada bunga di sepanjang jalan di sisi tempayan lain yang tidak retak itu. Itu karena aku selalu menyadari akan cacatmu dan aku memanfaatkannya. Aku telah menanam benih-benih bunga di sepanjang jalan di sisimu, dan setiap hari jika kita berjalan pulang dari mata air, kamu mengairi benih-benih itu. Selama dua tahun ini aku telah dapat memetik bunga-bunga indah itu untuk menghias meja majikan kita. Tanpa kamu sebagaimana kamu adanya, majikan kita tak akan dapat menghias rumahnya seindah sekarang.”buatnya sedikit terhibur.

Kisah inspirasi - Profesor dan Nelayan

"Knowledge is nothing, applying what you know is everything" - Anonymous "Pengetahuan itu tidak berarti apa-apa, menerapkan apa yang anda ketahui adalah segalanya"ilmu pengetahuan saja tidak cukup untuk membuat orang berhasil, maka kita perlu ilmu pengetahuan dan menerapkan pengetahuan untuk bisa berhasil, berikut ini adalah kisah yang sangat inspiratif tentang menerapkan pengetahuan. "percakapan antara profesor dan seorang nelayan".
Suatu hari, seorang profesor pergi untuk melakukan penelitian di sebuah pedalaman. sulitnya medan perjalanan memaksa profesor ini menempuh jalur lain yaitu sebuah sungai, tanpa berfikir panjang sang profesor segera mecari seorang nelayan untuk menyebrangi sungai tersebut.

selama perjalanan diatas kapal sang profesor bertanya kepada sang nelayan 
Profesor : “apakah bapak tahu tentang ilmu biologi?” 
Nelayan (dengan nada polos), : “apa itu biologi? makanan ikan ya?”. 
Profesor (dengan nada menggurui), : "masak anda tidak tahu apa itu biologi? Sungguh rugi sekali kamu, kamu telah kehilangan 20% hidup kamu." Lalu, sang profesor tadi kembali bertanya,  "tahukah kamu tentang Fisika?” 
Nelayan (dengan minder, mencoba menjawab), “yang pasti bukan makanan ikan kan?.” 
Profesor (dengan nada yang merendahkan), : “Kini kamu telah kehilangan 50% kehidupanmu. 
      ( selang beberapa menit sang profesor kembali bertanya,)
Profesor : kalau kamu tidak tahu tentang fisikan dan biologi, tentu anda tahu tentang geografi,? 
Nelayan (menjawab). "saya memang idiot, sayapun tidak mengetahui apa itu geografi"
Profesor (dengan tertawa terbahak-bahak),:  "kamu betul-betul telah kehilangan 80% dari hidup kamu!".
     sesaat sebelum sang profesor memberikan pertanyaan keempat, arus sungai mendadak berubah menjadi deras. derasnya arus membuat perahu yang di tumpangi sang profesor dan nelayan bergoyang dengan sangat keras, sang profesor tidak dapat menguasai keseimbangan kemudian terjatuh ke dalam sungai. kemudian nelayan meberikan pertanyaan kepada profesor tersebut. “
Nelayan : "apakah anda bisa berenang?” 
Profesor (Setengah tenggelam, sang profesor menjawab), “saya tidak bisa berenang!!”
Nelayan (dengan berani) : " kalau begitu anda sudah kehilangan 100 persen kehidupan anda!"

cerita ini mungkin hanyalah cerita fiksi belaka, namun inilah yang sering terjadu di kehidupan nyata, 
seseorang yang sangat pintar belum tentu bisa menggunakan pengetahuannya
Pengetahuan adalah kekuatan sampai anda menggunakannya
Setinggi apapun kita menuntut ilmu, sebanyak apapun pengetahuan yang kita miliki, jika kita tidak mampu menggunakannya, maka semua itu sia-sia belaka.

[Inspirasi dari Buku : Unlimited Wealth karya Bong Chandra]
Bong Chandra adalah motivator termuda di asia.


Ikan Salmon dan Hiu Kecil

 Ada sebuah cerita dari nelayan Jepang yang mencari ikan di tengah lautan luas. Lautan tersebut cukup jauh dari daratan. Mereka menangkap ikan–ikan salmon untuk dibawa ke daratan. Orang–orang jepang tentu menginginkan ikan yang segar namun ikan salmon yang dibawa para nelayan tersebut telah mati ketika sampai di daratan sehingga tidak segar lagi. Hal ini membuat para nelayan berpikir bagaimana caranya agar ikan yang ditangkap di lautan tidak mati ketika sampai di daratan.
“Ah… Mungkin kita harus menaruh ikan-ikan hasil tangkapan di bak berisi air dalam kapal supaya ikan itu masih hidup ketika kita sampai di daratan.” Hal itu langsung dicoba, tetapi tetap saja ikan salmon tersebut mati ketika sampai di daratan akibat perjalanan yang memakan waktu yang lama ini.
“Bagaimana kalau diberi es?” Di dalam bak air tersebut diberi es, namun tetap saja ikan salmon itu mati dan tak segar lagi.
Akhirnya muncullah sebuah ide yang tidak masuk akal dari salah seorang nelayan. Nelayan itu memasukkan anak ikan hiu kecil ke dalam bak air yang berisi ikan-ikan salmon hasil tangkapan mereka. Hasilnya sangat mengejutkan! Ternyata ikan-ikan salmon itu tetap hidup setelah melalui perjalanan panjang menuju daratan.
Apa yang sebenarnya membuat ikan-ikan salmon itu bertahan hidup? Ternyata di dalam bak itu ikan-ikan salmon tersebut dikejar–kejar oleh si anak ikan hiu. Mereka terus dikejar-kejar tanpa henti. Ikan-ikan salmon itu berenang dengan gesit menghindar dari anak ikan hiu tersebut untuk bertahan hidup. Mereka berenang sekuat tenaga berjuang untuk mempertahankan hidup mereka sampai akhirnya di daratan mereka masih bisa bertahan hidup.
Terus bergerak dan berjuang untuk berenang! Itulah yang membuat mereka bisa bertahan hidup…
Cerita ini sangat menarik untuk direnungkan, bak air atau es batu yang disediakan nelayan dengan maksud membuat kondisi senyaman mungkin bagi ikan salmon untuk hidup layaknya di lautan tidak membuat mereka bertahan hidup. Sebaliknya, ketika dalam bak air dimasukkan seekor anak ikan hiu yang di habitatnya adalah predator bagi ikan salmon ternyata malah memaksa ikan salmon terus berenang selama perjalanan sampai nelayan sampai di daratan. Anak ikan hiu dapat diibaratkan seperti tugas, deadline, dan segala bentuk hal lain yang memicu kita untuk selalu berjuang dan keluar dari zona nyaman.
Bayangkan jika kita hanya menjalani seluruh periode dalam hidup yang biasa-biasa saja dan di ujungnya semua orang memberikan ucapan selamat tetapi kita hanya merasa kosong dan bertanya “What is that? Am I really alive?
Akhirnya, hanya terpaku merenung meratapi takdir apalagi yang ditunggu selain mati. Orang seperti ini tak ubahnya seperti mayat hidup, oleh karena itu carilah sesuatu yang bisa memicu dirimu bergerak dan berkarya dalam hidup ini.

Additional info :
Kehidupan ikan salmon banyak memberikan inspirasi untuk spirit dan kehidupan. Salmon merupakan jenis ikan yang sanggup melawan arus air, naik ke atas, rela luka-luka, dan mengambil resiko dimakan beruang/pemangsa lain untuk mencapai tujuan hidupnya, yaitu bertelur di hulu sungai.
Salmon memberikan yang terbaik buat anak-anaknya, lahir dan besar di tempat yang tenang, aman, dan terlindung. Di hotel dan restoran, salmon adalah daging ikan yang mahal karena “nilainya” untuk kesehatan. Ini bicara soal penghargaan publik dan kualitas suatu perjuangan hidup.

Kamu bisa memberi saran dan kritik untuk artikel ini atau artikel selanjutnya, silahkan kontak saya di akun twitter @WilliamLautama







Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENJELASAN TENTANG RETREAT

TATA IBADAH PERSEKUTUAN PEMUDA GEREJA PROTESTAN INDONESIA DI PAPUA

PROPOSAL BANTUAN STUDI AKHIR